. >>>

15 Mei 2009
Dibaca :

Repackage: Tentang seorang teman

Suatu kali saya menelepon seorang teman lama, seorang jurnalis yang belakangan tidak terdengar kabarnya.

“Halo Fren, Apa khabar “

“ Ohh, halo Laeku. Kabarku sehat Lae 1)..”

“ Lagi dimana nich.. kog dari tadi saya bell susah nyambungnya, udah sibuk sekali ya sekarang di lapangan, Lae ?” sambungku memancing pembicaraan lebih jauh.


“ Oh. Enggak ahh, tadi sinyalnya susah kali,bah. Ini aku udah di daerah ketinggian, suaranya jelas kan ?. Aku lagi di kampung nih, di Humbang “. Jawabnya dengan nada malu-malu.

Sayup-sayup terdengar suara jangkrik di mikrofon. Sepertinya memang tidak terdengar suara kebisingan.

Dulu, setiap aku menanyakan kabar tentang dia melalui “Hempon-nya” selalu terdengar sayup-sayup suara kebisingan kota atau juga suara seperti orang berada di dalam suatu seminar. Dan temanku ini selalu semangat membicarakan kegiatannya berkaitan dengan wacana pembaharuan UKM-lah, reforma Agraria-lah, pertemuan dengan kelompok buruh dan petani-lah sedang meliput aksi mahasiswa di DPRD-lah, sedang pelantikan pengurus ORSOSPOL ini itulah..
Aku tidak menyangka saat itu bisa berbicara dengan suaranya yang benar-benar full bersih.

“Di kampung? Wah hebat, nampaknya sedang di tengah ladang ini ya, Lae udah mengorganisir pendampingan petani sampai ke kampung halaman ya.“

“ Mengorganisir ? hehehe.. mungkin begitulah lae.. ini sebenarnya lebih tepat pulang kampung.”

“ Lho memangnya sudah berapa lama di kampung, lae ?”

“ Sudah empat bulan terakhir inilah, ya beginiliah dulu “

“ Nampaknya betah ya lae, bisnis apa ya di kampung, boleh donk ikutan “

“ Bisnis pengaruh, donk.” Saya kan di partai “anu” sekarang. Pokoknya ueeenaklah hidup di desa dengan kesederhanaan dan pola pikir yang agak jauh dibawah standar kita.”

“ Maksud, Lae, kampanye ?”

“ Iya Lae, Aku udah jadi Caleg no urut 1 disini, Awal bulan depan saya ke Medan. Kita ketemuan ya Lae. Saya mau ceritakan soal partai kita ini, bah “

“ Loh, kog sepertinya itu partai baru lagi ya Lae..dan agak ke-ordeordebaru-an. Bukannya dulu Lae di partai “XYJ” yang katanya radikal itu. sebagai wakil ketua DPD, dan kemaren udah sering nama lae muncul di Koran lokal, kenapa malah sekarang memilih ke Desa ?”

“ Ah, itu dulu, Lae, di Medan dengan partai XYJ itu sudah gak ada peluang, terlalu banyak saingan. Disini kampung halamanku gak ada kadernya. Taulah orang kampung, dengan modal S-2 dan kebesaran nama saya di koran sudah cukup potensial untuk batu loncatan ke DPRD tingkat 2.” Begitulah Politik Lae.

“ Wah rupanya, serius sekali lae mau jadi Caleg ya “.

“ Ya iyalah lae, dari dulu khan saya selalu serius. Oya, bagaimana dengan pekerjaan Lae, mantap? “

“ Yah sebagai buruh pasti ada suka dukanya, Lae, namanya juga di jalur profesi, perlahan katanya pasti, dijalani apa adanya saja lae. ”. Ucapku mantap.

“Oya, bagaimana keadaan istrimu, apa kalian sudah punya anak ?”. Lanjutnya bertanya.

“ Belum, tapi segera, Lae, sekarang isteri sedang mengandung 8 bulan, Doakan ya, Lae. Supaya ibunya sehat dan juga bayinya.”

“Oh Iya so pasti kita doakan.”

“Terus kamu sendiri bagaimana? apa kabar dengan si cewek adek jurusan kita itu ? kapan kau nikahi dia ? ”

“ Wah, kek nya ditunda lagi nih lae, saya gak kepikiran kesitu sekarang.”

“ Trus kapan, kita ini sudah diatas kepala tiga, tinggal kamu loh dari kawan-kawan seangkatan jurusan kita yang belum menikah.”

“ Gak masalah khan. Aku masih konsentrasi untuk pemilu ini.”

“ Kenapa harus nunggu pemilu, menikah itu gak diukur dari besar kecilnya pesta lho Lae.”

“ Iya sih, Lae. Tetapi aku benar-benar belum siap. Kalau memang dia mau dia akan menunggu.”

“ Wah, Kasihan donk anak orang udah dikejar umur, lagian kalian sudah lama pacaran khan, sudah 5 tahun lho , jangan-jangan udah “dalam” lagi ?”. Tak sengaja kata-kata “dalam” itu terucap olehku.

“ Hahaha..makan dalam mungkin ya, memang sudah lima tahun itu bukan ukuran, kalau ada yang lain yang lebih dasyat boleh juga, Lae”

“ Haha? lebih dasyat bagaimana? bisa aja kamu Lae, ini soal hati lho, aku kenal dia sebagai perempuan yang baik, anak gerakan lagi, jangan digituin, omong-omong memangnya dimana dia berada sekarang ?”

“ Sekarang dia bersama ortunya di Jakarta, kita sudah mulai jarang komunikasi, dabo. Habis bagaimana kami berdua sibuk mengejar impian masing-masing, sepertinya sudah mulai hambar’ holong 2) “ itu, fuang”

“ Wah, jadi begitu pulak ya. Bukan-nya dulu kalian berdua yang sering mengejek aku ini belum punya pacar. Tiap hari kalian lengket kayak lem tikus, ke kampus sama, orasi di jalanan sama, dikejar dan ditangkap aparat juga sama, seolah olah dunia ini milik kalian berdua, selepas kamu bekerja dan dia lulus sarjana katanya mau bikin pesta pernikahan sederhana dengan anak anak jalanan . Nah sekarang kamu udah sampai tamat S2, Mana buktinya kog malah aku duluan yang menikah dan punya anak”.

“Iya, ternyata hidup ini tidak seperti puisi cinta “ kaulah bulanku kaulah bintangku hidup matiku”- itu, Lae. Puisi cinta itu seperti sebuah idealisme yang hanya enak dikonsumsi oleh pelajar dan mahasiswa yang utopis. Bukan bagi seorang sarjana yang hidup dengan tuntutan sejengkal perut di bumi Indonesia yang jauh dari konteks “negara madani” seperti apa yang diajarkan konsep mata kuliah kita dulu.”

Berarti sia-sia donk puisi CINTA yang sudah kalian hambur-hamburkan dulu, Atau jangan-jangan sudah mendapat siraman cinta yang lain tuh cewek, Lae ?”

“ Enggak apalah, ntar bisa dicari lagi kog. Cinta itu tidak ubahnya seperti partai jaman sekarang kog, bisa dengan mudah pindah ke lain hati, iya khan..”
Tidak ada cinta yang sejati..yang ada adalah kepentingan yang sejati, Lae..”

“Bah, …”
“?!?!?!?”

Bla..bla..bla ..
Aku hanya bengong sejenak dengan pembicaraan dengan temanku itu sembari mengalihkan pembicaraan kepada Fenomena Harga TBS Kelapa Sawit yang kata media membuat seorang petani berniat bunuh diri…dan tentu saja ia akan penuh semangat berbicara dengan teori-teori ekonominya dari Adam Smith sampai Keynesian yang aku sendiri sudah lupa meskipun dahulu menjadi mata kuliah yang wajib.

Dia, temanku yang dulu begitu gencar membujukku hinga aku ikut bergabung dalam sebuah organisasi mahasiswa.
Temanku yang dulu dengan berapi-api mengajak aku membentuk sebuah Kelompok Diskusi di Jurusan..
Temanku yang akhirnya keluar dari organisasi mahasiswa karena “rival” denganku menjadi ketua..
Temanku yang kemudian mencari tantangan di kelompok Studi Mahasiswa yang katanya lebih greget..
Temanku yang dulu selalu datang ke kamar kostku membawa buku-buku ke-kirian dan mengajakku turun ke jalan..
Temanku yang terobsesi dengan Che-Guevara..dan Fidel Castro..
Temanku yang selalu berapi-api berorasi di “Bundaran SIB” dan di depan Kantor DPRDSU menyuarakan Revolusi, Reformasi Agraria sampai hapus BHMN..
Temanku yang memilih meninggalkan karirnya yang mulai cemerlang di perusahaan keuangan ternama dan beralih menjadi seorang wartawan..
Temanku yang sesekali menghubungiku untuk membujuk masuk di kepengurusan Organisasi Pemuda…
Temanku yang hampir merekrutku menjadi team suksesnya di organisasi politik.
Temanku yang kini menjadi Calon Legislatif..

Catatan:
1) Lae = panggilan persahataban di kalangan pemuda batak, ‘Lae’ dipakai sebagai pangilan kehormatan untuk hula-hula atau sumber isteri.
2) holong = perasaaan sayang





Share





Artikel Lainnya

1 komentar:

delianadonata mengatakan...

hehehhe..ceritanya seru bang<... tapi siapa ya bang.. jadi pnasaran, ehehhehehh

Posting Komentar