. >>>

13 Oktober 2010

Jangan Remehkan Narsisme Mereka

Internet dan Jejaring sosial memang sangat fenomenal. Boleh dikatakan bahwa Google, Blog, Facebook, Twitter, Youtube maupun situs web lainnya berkontribusi besar terhadap peradaban manusia saat ini. Begitupun harapan saya terhadap blog catatan yang mungkin tidak seberapa ini..hehe.

Zaman sekarang telah terjadi pergeseran pola interaksi sosial dengan kehadiran jejaring sosial. Keterlibatan orang-orang dalam dunia maya mulai menggantikan interaksi langsung dalam dunia nyata, meski batas dunia nyata seperti ikatan keluarga, hubungan kerja maupun praktek jual beli yang umumnya tetap harus berlangsung 'head to head'. Dunia maya kini mampu memangkas waktu, ruang dan biaya bagi sebahagian besar interaksi sosial.

Kepopuleran jejaring sosial melahirkan generasi dan kultur sebagaimana yang kerap disebut dengan Lebay, Alay dan Narsisme. Banyak pihak menilai bahwa dengan memiliki dan mengelola akun Facebook dan sejenisnya, mengupdate status, berkomentar terhadap status orang lain, mengupload foto diri dengan berbagai "style", mereview profil sendiri atau orang lain, menulis catatan, dan atau membuat tautan blog -katanya: adalah upaya user nya untuk menunjukkan eksistensi diri maupun 'pamer' kelebihan diri dengan menutupi kelemahan maupun ketidaksempurnaan di dunia nyata.

Banyak yang menilai negatif akan narsisme ini. Mereka menganggap situs jejaring sosial lebih banyak jelek ketimbang baiknya. Bahkan di sebagian kalangan pekerja perusahaan menganggap nge-blog dan 'fesbukan' suatu pemborosan dan "wasting time" yang merugikan perusahaan. Tidak sedikit orang yang kena sanksi dari tempat kerja lantaran komentar maupun postingannya di situs jejaring sosial.

Sesungguhnya begitu burukkah narsisme ini, salahkah mereka yang narsis? Jangan pula ditanya: dosakah mereka yang narsis? ( kat!!.., ini gak maksud ngehubungkan dengan agama, plis? )

Saya berpendapat bahwa ini kembali kepada kadar narsisnya. Memang ada narsisme yang cukup menggangu. Narsis itu sebenarnya bermanfaat pada kadar tertentu. Bahkan pernah saya baca ada satu penelitian untuk mengukur tingkat kenarsisan seseorang melalui analisa aktivitas dunia maya yang bersangkutan. "Indikator Tingkat Narsis" (ITN) ini dapat dipakai untuk menilai karakter maupun potensi seseorang untuk berkembang di masa yang akan datang. Beberapa perusahaan marketing maupun dunia 'entertain' modern telah menjadikan aktivitas Facebook sebagai salah satu informasi pendukung diterimanya seseorang menjadi pekerja.

Nah, hal seperti ini juga dapat kita implementasikan secara sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Kita bisa mempelajari karakter seseorang berdasarkan postingan maupun tingkat narsismenya. Hal ini dapat memangkas ruang dan waktu serta biaya dibanding apabila kita harus bertemu dan berkomunikasi langsung di dunia nyata. Tentu saja saya tidak bermaksud menggiring anda menjadi asosial dan 'kuper'. Pada strata sosial tertentu interaksi fisik di dunia nyata mutlak harus dilakukan, anda faham khan maksud saya?

Kembali kepada Narsisme itu tadi, bagi saya bukanlah pula menjadi satu-satunya alat untuk 'menjudge' seseorang. Orang bisa berbeda di dunia maya dengan di dunia nyata. Jadi menurut saya, adalah hak bebas setiap orang berekspresi di situs jejaring sosial. Itu bukan satu-satunya ukuran. Sama hal ketika kita memilih berteman dengan atasan, anak buah, orang asing, orang aneh,norak dan 'alay' sekalipun; artinya kita sudah siap dengan komentar maupun update status mereka di 'wall' maupun 'timeline'. Tugas kita adalah mengumpulkan potongan informasi remeh dan sinyal-sinyal yang bertebaran di situs jejaring sosial tersebut untuk kita olah menjadi satu kesimpulan ataupun penilaian yang "paling mendekati" sehingga bisa bermanfaat untuk kita maupun orang lain.

Mungkin,
Inilah salah satu alasan kenapa Facebook begitu digandrungi dan banyak orang narsis seperti saya 'masih' memelihara akun, meskipun jarang 'apdet setatus' menyangkut pribadi. Hehehe... Sekian.[*]

Tempat tidurku 131010 10:37 pm
Selengkapnya...

02 Oktober 2010

Mau Dibawa Kemana BINGUNG Ini?

Semakin banyak orang mengungkapkan keluhan dan kekecewaannya terhadap negara, karena semakin beratnya beban ekonomi maupun tidak membaiknya taraf hidup. Dalam setiap kesempatan pertemuan kumpulan mereka membicarakan habis tentang pemerintah dan kepemimpinan nasional saat ini yang katanya tidak peduli dengan rakyat kecil, pro dan kontra melihat elit sibuk mengurusi bargaining position dalam legislatif maupun eksekutif dengan adanya penggantian pejabat. Kasus bank century yang tidak jelas ending ceritanya, kasus cicak dan buaya, Markus dan isu jegal menjegal dan korupsi di institusi kepolisian, terbongkarnya kasus penyelewengan pajak oleh Gayus, belakangan muncul isu penyuapan yang melibatkan petinggi Bank Sentral.

Banyak pihak menilai kepemimpinan SBY jauh merosot dibanding ketika menjabat pada periode terdahulu. Hal ini semakin diperparah dengan sikap beliau yang terkesan lembek dalam menanggapi persoalan menyangkut kedaulatan negara dalam masalah penangkapan aparat polisi air kita di perbatasan RI-Malaysia.

Belakangan muncul masalah kebebasan beragama yang berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Apabila kita mendalami opini yang berkembang di kelompok masyarakat tertentu yang merasa tercederai, maka dapat kita temukan ungkapan kekecewaan emosional yang mengarah kepada bibit disintegrasi dan niat pemberontakan terhadap negara. Demikian juga halnya terhadap simbol-simbol negara semakin tidak mendapat penghargaan dari masyarakat. Hal ini tentu sangat disayangkan apabila penguasa dalam hal ini pemerintah tidak segera memperbaiki kinerja dan juga mengambil langkah.

Dapat kita lihat kecenderungan tindakan kekerasan dimana-mana. Perampokan, perkelahian antar kelompok, penyerangan massa terhadap kantor pemerintah maupun markas kepolisian. Saya membaca ada semacam gerakan terorganisir yang sedang bekerja di bawah tanah untuk mengarahkan negara ke dalam situasi yang tidak kondusif. Tujuannya supaya Rakyat semakin tidak merasa aman, sehingga kepercayaan terhadap negara dan pemerintah melemah. Pelakunya bisa dari luar yang melihat posisi strategis Indonesia dalam geopolitik dunia, atau bisa juga dari kelompok radikal dalam negeri yang bertolak dari ideologi tertentu, bahkan mungkin juga dari kelompok tertentu yang menginginkan kekuasaan menjelang suksesi kepemimpinan nasional di Pemilu 2014. Yang pasti saat ini saya tidak bermaksud untuk mengambil kesimpulan yang mengarah ke satu pihak tertentu.

Saya mau mengajak kita semua di masa sekarang untuk hati-hati membaca keadaan. Jangan hanya terlena dalam pemberitaan media yang tidak akan ada habis-habisnya mengulas kasus ke kasus lain yang sepertinya tidak berhubungan. Mungkin memang situasi membingungkan saat ini sangat sulit untuk mengambil sikap. Untuk itu teruslah membaca dan waspada. [*]
Selengkapnya...