"Pa, mama sedih bgt, Hot Lady sdg sekarat, skrg hampir mati, Papa tlg telp ksini skrg, mama khabisan pulsa".
Demikian isi pesan singkat dalam ponsel Pak Joni kiriman istrinya, membuat Joni tersentak seketika.
"Apa pulak lah ini ?",pikir Joni merasa terusik ditengah kesibukan meladeni dering telepon yang sejak reses makan siang tadi tidak pernah berhenti. Bergantian telepon dari orang berbeda, baik costumer maupun staff lapangan anak buah pak Joni, muaranya bertanya soal hasil keputusan aplikasi permohonan kredit mereka apakah diaprove atau direject?
Sementara diatas meja kerja Joni bertumpuk berkas yang antri menunggu direview. Ditambah lagi berkas laporan dari supervisor terhadap pencapaian target personil yang segera harus diberi judgement karena menyangkut insentif bulanan. Joni terjebak kini dalam kelabakan dan kata yang namanya Deadline.
"Hot Lady? Sekarat? Hampir mati?". Joni mencoba mencerna isi sms itu. Seingat Joni di rumah hanya ada inong/ibunda, istri dan kedua anaknya-si kecil Nora dan adeknya yang masih bayi berumur 2 bulan. Selain itu tidak ada PRT, kucing atau anjing peliharaan lainnya juga Joni tak punya.
"Siapa Hot Lady ? Ahh..jangan-jangan maksud istriku adalah si kecil Nora", tapi Joni merasa tidak pernah mendengar istrinya memanggil si kecil Nora dengan sebutan Hot Lady.
"Apa maksudnya ibunda?". Pikiran Joni semakin tidak tenang meski ia ragu kalau istrinya menyebut ibu mertuanya dengan sebutan 'Hot Lady'. Setahu Joni ibundanya sangat akrab dengan istrinya, dan istrinya sangat hormat dan santun dengan ibu mertuanya, mereka tidak pernah terdengar berselisih paham.
Joni segera meraih ponsel itu dan mendial-up nomor istrinya.
" Halo Ma, apa kabar kalian baik-baik aja semua?".
"Baik Pa, si kecil baik, adiknya juga lagi tidur i kamar", jawab istrinya.
"Oh syukurlah, lalu Inong mana, ada apa dengan ibunda Ma?",susul Joni semakin penasaran.
"Inang? Baik-baik aja Pa, inang barusan keluar ke rumah tetangga sebelah".
"Loh, jadi itu tadi maksud SMSnya mama apa, cuman akalan supaya papa telpon mama ya."
"Oh itu, benar kog Pa, mama lagi sedih ngeliat kondisi si Hot Lady, tadi pagi dikerjaian sama si kecil".kata istrinya.
"Hot lady siapa sih, Ma?". tanya Joni semakin keheranan.
" Itu Pa, Hot Lady itu bunga kesayangan mama yang ada di pot merah di teras depan".
" Oalah Ma, rupanya hanya bunga. Kog disebut Hot Lady sih Ma?". Joni malah ingin mentertawakan istrinya.
" ya itu Pa, namanya memang Hot Lady, masih spesies dari Aglaonema Gregori Garnadi yang mahal itu Pa, tadi pagi dicabut sama si kecil, baru siang aku lihat sudah layu, sedih mama udah capek ngerawatnya tau gak Pa."
"Hahaha..ya biarin deh ma, Gue kagak pikirin." Jawab Joni
" Loh, kog gitu sih ngomongnya Pa?"
" Ah sudahlah ma, papa lagi sibuk sekarang lagi banyak kerjaan, malas bahas yang beginian. Udahan ya Ma." Beep..koneksi diputus, Joni hanya geleng-gelng kepala dengan jawaban istrinya.
Joni Kini teringat si kecil Nora dan ulahnya. Sudah kedua kali ini ia mencabut tanaman bunga si mama yang tak seberapa itu.
" Anakku..anakku.Lanjutkan nak kreatifitasmu, supaya mama kita berhenti dan tidak gila dengan yang namanya Hot Lady sialan itu". Ujar Joni sembari membuka berkas di mejanya. welcome to deadline. [*]
Prb 05/05/2010
Post under www.simahir.blogspot.com
Also http://bit.ly/bsPfHg
Selengkapnya...
. >>>
05 Mei 2010
Hot Lady
29 April 2010
Tumagon Matolbak Unang Matolpik
Peribahasa diatas sering diucapkan oleh orangtua dalam suku Batak. Mungkin generasi "MTV" batak jaman sekarang agak sulit mengartikan peribahasa tersebut.
'Matolbak' dan 'Matolpik' pada dasarnya adalah suku kata yang menerangkan kondisi pecahnya sebuah benteng kolam ataupun pematang sawah. Istilah ini dapat juga dipakai pula terhadap barang pecah belah layaknya gelas atau keramik.
"Matolbak" =pecah dalam skala yang besar
"Matolpik" = pecah secuil atau sebahagian kecil
Gelas yang 'matolpik' tentu akan kurang enak dipandang mata, begitupun jika disuguhkan untuk tamu yang akan minum. Juga terhadap gelas yang 'matolbak' tentu tidak dapat dipakai sama sekali.
Kembali ke peribahasa "Tumagon Matolbak unang Matolpik", ini merupakan sebuah ironi dalam sikap dan kebiasaan masyarakat kita.
Pernahkah anda mengalami kondisi gigi berlubang? Ada kecenderungan pada masa-masa awal timbulnya lobang pada gigi kita kerap mengabaikannya dan merasa enggan ke dokter gigi karena alasan biaya. Barulah ketika gigi berlobang tersebut sudah terasa sakit dan berdenyut kita akan uring-uringan mengetuk praktek dokter gigi tanpa kenal waktu dan dengan kesediaan membayar harga berapapun demi menghilangkan derita sakit gigi tersebut.
Sikap seperti ini juga kerap terjadi dalam lingkup masyarakat maupun pemerintah kita. Banyak sarana, prasarana dan fasilitas umum yang cenderung dibiarkan tidak terawat. Banyak juga contoh kasus yang terjadi; kasus banjir bandang di Langkat, kecelakaan pesawat udara, kebakaran hutan seharusnya tidak perlu terjadi apabila masyarakat sadar dan pemerintah menjalankan mekanisme dan anggaran untuk pencegahan bencana.
Saya prihatin dengan kondisi Danau Toba sebagai salah satu ikon dan identitas "Bangso Batak" saat ini. Terlihat tidak ada upaya pemeliharaan dan pelestarian alam dari masyarakat sekitar danau. Yang masih terjadi adalah ekploitasi tak terarah sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan, mungkin mereka tidak salah besar karena mereka harus tetap hidup dan makan.
Saya tidak tahu apakah ada program Pemkab setempat untuk itu. Seharusnya ada konsensus ataupun kolaborasi Pemkab di sekitar Danau Toba untuk membuat program pemeliharaan/penanggulangan dari pencemaran. Lebih baik menyisihkan sedikit beban biaya dari APBD saat sekarang dibanding cost yang lebih besar untuk mengembalikan alam danau toba di masa depan.
Tetapi kembali,siapa yang perduli? sepertinya pribahasa "tumagon matolbak unang matolpik" masih menjadi jargon pilihan.[*]
Prb.28/04/2010
Also available at www.simahir.blogspot.com http://bit.ly/bsPfHg
Selengkapnya...
23 April 2010
18 April 2010
Tinting Parhepengon
"Dijalo do hamauliateon sian amanta TEN dohot SKM,disiala mangido tangiang jala dukungan nasida hombar tu pencalonan bupati dohot wakkil bupati S**gai tu Pilkada naeng tupa di tanggal 12 Mei 2010, dipasahat tu huria godangna 3juta Rupia.
Di hamu amang dohot inang talehon ma rohanta be lao mansukseshon pencalonan ni nasida i, mauliate"
Begitulah isi dari sebagian 'Tinting Parhepengon' dalam warta jemat yang dibacakan salah seorang Parhalado di acara kebaktian di gereja H**P di tempatku berdomisi siang tadi.
Terlepas dari Pro atau Kontra terhadap pasangan penyumbang tersebut, saya pribadi merasakan ada sesuatu yang tidak pada tempatnya sehingga saya merasa terganggu hingga tak memperoleh hikmad dan kenyamanan dalam melanjutkan ibadah saya pada saat itu.
Bagaimana dengan penilaian kalian 'hamu akka dongan sahaporseaon'?
[*]
Selengkapnya...