. >>>

28 Mei 2009
Dibaca :

Keputusanku untuk Merumput (Lagi)

Final Liga Champion tadi malam antar Barcelona VS Manchester United dimenangkan oleh Barcelona dengan skor telak 2-0. Di kantorku pagi ini anehnya bukan soal serunya pertandingan yang dibahas, tetapi serunya ejek-mengejek dan tagihan traktir men-traktir antara pihak-pihak yang kalah dan menang taruhan lah yang menggema. Aku sendiri tidak terlalu tertarik dengan nuansa ejek- mengejek itu. Karena aku sendiri memang tidak pasang taruhan. Bukan nya idealis, tetapi aku hanya “jaim” sama anak buah. Hehe.

Aku lebih tertarik dengan sebuah surat dari PERBARINDO (asosiasi tempat aku bekerja) terletak di mejaku. Isinya sebuah undangan untuk ikut serta dalam sebuah pertandingan sepakbola persahabatan melawan pejabat Bank dan staff BI Medan. Ngapain pula surat ini sampai pada hari ini. Apa pengurus Perbarindo juga sudah ”Gila Bola” lantaran semakin meriahnya Liga Champions, EPL dan bahkan Liga Super ISL?

Lama aku memikir-mikirkan surat ini. Apakah memang mereka serius membutuhkan tambahan pemain atau hanya sekedar basa basi belaka. Tetapi kupikir suratnya resmi dan mengenai jadwal latihan dan tanggal pertandingan sudah tercantum hanya dalam hitungan minggu. Lalu kuberanikan diri untuk angkat telepon dan berbicara dengan Bp. RDS sebagai contact person-nya. Dan memang benar Pak SPS cukup welcome dan meminta saya untuk mendaftarkan juga setidaknya 3-4 orang staff saya untuk ikut seleksi nantinya.

“Seleksi ?, tanyaku serius “. Ai massam mana nya masak mau ikut bertanding pake diseleksi ?
“Ya tentunya diseleksi pak pemain yang benar-benar layak untuk diturunkan pada saat pertandingan persahabatan tersebut”, ucap Pak SPS dengan mantap.

Buset !
Aku agak tawar hati juga mendengar kata-kata seleksi. Jelas menghawatirkan untuk menang seleksi bagi aku yang sudah jarang bermain bola di lapangan besar ? Kami yang taunya hanya iseng ”marbola” futsal “mencari keringat “ ?
Kami dengan kaum bapak berumur rata-rata yang sudah di atas 31 tahun dengan perut yang membuncit..hehe?
Aku sendiri sebenarnya masih ragu apakah masih sanggup bermain bola di lapangan standar.

Tiba tiba seolah ada suara di kepalaku
“ Inilah saatnya..penawaran yang sama tidak akan datang dua kali..” Nunga agak seteres na karejo on..andigan be lari sian rutinitas niba on?.”
Inilah cara kalau mau serius mengecilkan perut dan mempertahankan berat badan. Pun dengan adanya momen ini akan memotivasi diri untuk menjaga kebugaran dengan mendisiplinkan diri untuk bangun pagi dan memenuhi target minimal 3 Km jalan kaki setiap pagi sampai di hari tua. Ceile..

Lalu kutanya beberapa anak buahku
Awalnya juga mereka menolak, bermacam-macam alasannya.
”Ikut pertandingan sepakbola persahabatan, Pak?”
“Bah.. gak kuat, Pak ?
“Bagaimana dengan Futsal Sabtu sore kita, Pak?
“Maaf , Pak. Saya hanya punya sepatu untuk futsal, gak punya sepatu untuk sepakbola lapangan besar.”

Tetapi dengan argumen yang mungkin masuk akal; untuk memperluas jaringan- lah, untuk bertemu pejabat-pejabat Bank dan BI- lah.. bertemu calon rekan bisnis-lah, bertemu cewek-cewek cantik- lah (sori bukan “Caddy Golf” seperti si Rhani itu lho) ahirnya beberapa teman tertarik dan menyatakan kesiapan untuk bergabung.

Lalu kuketik surat dan minta di faks-kan sama seorang staff untuk mendaftarkan 5 nama yang bersedia bergabung ke koodinator Perbarindo. Kami juga telah mengambil kesimpulan apabila -pun tidak masuk dalam seleksi maka kami akan mencari klub TARKAM (antar kampung) terdekat untuk melanjutkan niat bermain bola. Setelah itu kami sepakat untuk mempersiapkan segala sesuatunya Termasuk hal yang mendasar yaitu “Sepatu Bola” masing-masing. Sebagian besar teman-teman mengatakan sudah punya sepatu bola.

Yah, aku sendiri tidak punya sepatu bola, bagaimana mungkin bermain bola tanpa sepatu?

Pada saat setelah tutup jam kantor dengan sisa uang yang ada di kantong aku menyambangi toko olahraga terdekat dan membeli sepasang sepatu bola. Dari beberapa pilihan termurah sampai dengan yang rasanya wajar ahirnya pilihanku jatuh kepada sepasang sepatu putih keemasan, mirip yang kulihat di TV pernah dipakai oleh si Ellie Aiboy pemain sayap PSMS di ISL itu. Mereknya SPECS dengan harga Rp. 210.000,- .
Aku tidak tahu harga ini sudah pantas dan barang yang dimaksud asli atau palsu. Aku tidak tahu menahu soal perlengkapan olahraga. Karena penjaga toko menyatakan bahwa sepatu itu juga yang dipakai pemain sepakbola professional.
Selain itu aku juga membeli sepasang kaus kaki dan pelindung tulang kering. Sedangkan untuk celana dan kaosnya aku teringat masih punya kostum dari kantor yang kami pakai untuk bermain Futsal.

Kini aku memacu motorku dengan semangat, pulang ke rumah dengan bungkusan kotak yang tidak bisa disembunyikan.

”Apa itu?”, tanya istriku

”Sepatu ”, jawabku singkat

”Yee, Sepatu baru lagi nih”, dengan penuh semangat istriku membuka bungkusan tersebut dan senyum-senyum.

“ Oalah.Pa...kirain sepatu macam apa. Ini Sepatu Bola mau dipake kemana? ”

” Bah kau pikkir mau dipake ke gereja itu sepatu?, ya mau bermain Bola lah, Ma”

“ Bermain bola di mana, na godang ma sitanmu, sai songon doli-doli do ho huida sonari ?

“ Ada undangan dari teman-teman di Tanjung Morawa, trus nanti 2 minggu lagi mau tanding di Kota Medan.”

“ Haha..Mau bermain bola?, gak salah tuh, masih sanggup ya.. ntar jadi urusan lagi ?”, mulai mengejek nada nya.

” Ehh..khan selama ini juga udah main Futsal.” ujarku mantap.

” Ya, main futsal angin-anginan, dan setiap pulang main futsal selalu ngeluh dan minta dikusuk. Ini mau bermain di lapangan. Ntar pulang bawa baju becek dan patah pinggang atau kaki. Aku juga yang repot.”

” Mama kog doanya yang gak bener?”

“ Bukan gitu, Pap. Aku tau belakangan ini kamu bangun pagi aja susah, udah pulang kantor selalu malam hari itupun asik dengan diri sendiri di depan TV atau computer. Lalu tidur larut malam. Jangankan waktu sama anak, waktu untuk istirahatmu aja kurang. Ini mau maen bola lagi”. Ujarnya dengan intonasi yang mulai meninggi.

” Hehe.. itulah, Ma. Aku mau keseimbangan. Kupikir dengan maen bola aku dipaksa menjaga kebugaran. Khan gak tiap hari maen nya, cuman hari kamis dan sabtu sore, itupun belum tentu terus-menerus, nah soal waktu ama keluarga khan masih bisa diatur”.

“ Ya, aku cuman mau bilangin aja, Papa udah berumur 31, waktu kerjamu sibuk, dan gak teratur olahraga, jangan gara-gara bola Papa cidera. Niat olahraga malah yang datang penyakit.” Katanya dengan lebih lembut.

” Tenang ma ho disi, Mae. Keputusanku sudah bulat. Kupikir dengan main bola ini adalah investasi yang serius dalam menjaga kesehatan. Ketimbang aku menjalankan hobby yang menyita uang dan tidak pengaruh terhadap kesehatan jangka panjang lho. ”

” Ya, terserah Papa deh, asal betullah janji kau itu nanti bisa ngatur waktu untuk kami juga. Jangan kau asik dengan duniamu saja. Apalagi kalau sempat ada massam-massam dengan perempuan. Kutinggalkan kau dan anak kau ini ”. Ujarnya mengancam lagi.

” Oke deh, Ma, mama emang isteri terbaik sedunia”, ujarku mulai menggodanya.

” Nunga be i, maridi ma ho tu san, Bau hian huanggo keringat-mu i.” Balasnya sambil cepat berlalu menggendong boru kami yang masih berumur 7 bulan. [.]





Share





Artikel Lainnya

1 komentar:

awi mengatakan...

iya kesempatan emang tidak datang dua kali
thanks udah berkunjung

Posting Komentar